Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus
selesai dan berkahir setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001).
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai
dan berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih
kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Ilmu Kebidanan,2007).
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat kandungan
kembali seperti semula atau seperti sebelum hamil.
B. Masa
nifas atau peurpenium dibagi dalam 3 periode :
1.
Puerpenium
dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2.
Puerpenium
intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3.
Remote
puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila
selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi . Waktu untuk sehat
sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
C. Perubahan-perubahan
yang penting pada masa nifas
Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post
partum normal, yaitu :
1.
System reproduksi
a. Involusi
uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil
setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta
keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi
fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari
kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1
sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan
berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi
pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.
b. Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna
segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan
volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama
akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit
dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis
memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan
membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas
kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
c. Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus
pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami
multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal
puerperium.
d. Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik
dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia
rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia
serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa),
lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak
berwarna.
e. Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah
persalinan ,ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan;
setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f. Vulva dan
vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan
yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari
pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan
kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil
dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam
vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi
lebih menonjol.
g. Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur
karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju.
Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar
tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h. Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa
nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih
kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan
status hormonal serta dimulainya laktasi.
i.
Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama.
Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan)
sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini mengalami kompresi
antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang
besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah
plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan
mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter
yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2.
Tanda – tanda vital
Suhu pada
hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 38oC
sebagai
akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya
perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari
pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih,
endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3
setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3.
System kardiovaskuler
a. Tekanan
darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi
ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera
berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b. Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera
setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak
panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa
nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai
ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c. Komponen
darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali
kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4.
System endokrin
Pengeluaran
plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi
oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok
setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu
pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat
pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang
menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991). Kadar prolaktin meningkat
secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin
tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar
prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui,
dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5.
System perkemihan
Perubahan
hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan
peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita
melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa
pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita
melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada
kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil.
(Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius
bisa menetap selama tiga bulan.
6.
System gastrointestinal
Ibu biasanya
lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan
ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu
yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa
memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar
secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu
melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama
proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan,
enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah
menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat
episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7.
System muskuloskletal
Adaptasi ini
mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan
perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap
pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8.
System integument
Kloasma yang muncul pada masa
kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola
dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara,
abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
Adaptasi
psikologis
Rubin (1961)
membagi menjadi 3 fase :
1.
Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama
sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku
pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat
keputusan.
2.
Fase taking hold yaitu fase transisi dari
ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum,
fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi
tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3.
Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil
tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post
partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan
berinteraksi dengan bayi.
A.
Sectio
Caesarea (SC)
1. Definisi
SC
Sectio caesarea adalah pembedahan
untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus.
(Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan
membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau
disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar,
1998).
2. Etilogi
Menurut
Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri
iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari
janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa
faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea
sebagai berikut :
a. CPD
( Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik
Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan
ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan
secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang
membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin
ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul
patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami
sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut
menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang
panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).Setiap pada diameter panggul yang
mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan.
Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
1) Kesempitan
pintu atas panggul
Pintu atas panggul
biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling
pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang
merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses
persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya
kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan
memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan yang efektif
sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya.
2) Kesempitan
panggul tengah
Bidang obstetrik
panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina
iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan
kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah
mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis
posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau
lebih kurang lagi.
3) Kesempitan
pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah
panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm
atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak
mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini
sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
b. PEB
(Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi
merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab
terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan
eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam
ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali
dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
c. KPD
(Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini
adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam
belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di
atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba,
2001). Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus
segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak
disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya,
setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya
hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi
pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
d. Janin
Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin
besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 %
bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 %
memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang
menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term,
obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar
elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat
janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat
janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
e. Kelainan
Letak Janin
f. Bayi
kembar
Tidak selamanya bayi
kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki
resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi.
Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang
sehingga sulit untuk dilahirkan secara normalFaktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).
3. Patofisiologi
4. Penatalaksanaan
SC
Penatalaksanaan
medis
Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
Persiapan kulit pembedahan abdomen
Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter foley
Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
Persiapan kulit pembedahan abdomen
Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter foley
KONSEP
DASAR ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a.
Identitas
klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan,
suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor
medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk,
keadaan umum tanda vital.
b.
Keluhan
utama
c.
Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi
klien multipara
d.
Data
Riwayat penyakit
1) Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi
keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini
dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2) Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi
penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah
pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi
penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai
riwayat persalinan plasenta previa.
e.
Keadaan
klien meliputi :
1) Sirkulasi
Hipertensi
dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama
prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2) Integritas ego
Dapat
menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau
refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional
dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3) Makanan dan cairan
Abdomen
lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4) Neurosensori
Kerusakan
gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5) Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin
mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih
, efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6) Pernapasan
Bunyi
paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7) Keamanan
8) Balutan abdomen dapat tampak sedikit
noda / kering dan utuh.
9) Seksualitas
Fundus
kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2. Diagnosa Keperawatan
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) .
b.
Intoleransi
aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c.
Gangguan
Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
d.
Resiko
tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
e.
Ansietas
berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan
dan perawatan post operasi.
f.
Defisit
perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
3. Rencana Kperawatan
a.
Nyeri
akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin)
akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan
keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol
dengan kriteria hasil :
·
Mengungkapkan
nyeri dan tegang di perutnya berkurang
·
Skala
nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
·
TTV
dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR
:18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
·
Wajah
tidak tampak meringis
·
Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas
sesuai kemampuan
Intervensi :
·
Lakukan
pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik,
durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
·
Observasi
respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama
ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
·
Kaji
efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur,
istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
·
Ajarkan
menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan
terapeutik, distraksi.).
·
Kontrol
faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap
ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
·
Kolaborasi
untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu.
b.
Intoleransi
Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan
aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu
melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
·
Kaji
tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
·
Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi
tubuh umum
·
Bantu
klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
·
Bantu
klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
·
Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas
Doengoes, M E, 2000, Rencana
Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta
: EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (1998),
Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku
acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka
Sarwono Prawiroharjo,(1999).,
Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka