Sabtu, 01 Juni 2013

LAPORAN PENDAHULUAN POST SECTIO CAESAREA (SC) DENGAN INDIKASI CPD (CHEPALLO PELVIC DISPROPORTION)

A.    Pengertian Nifas
Masa nifas atau masa puerperium adalah masa setelah partus selesai dan berkahir setelah kira-kira 6 minggu (Kapita Selekta Kedokteran,2001).
Masa puerpenium (nipas) adalah masa setelah partus selesai dan berakhir kira-kira 6-8 minggu. Akan tetapi seluruh alat genetal baru pulih kembali seperti sebelumnya ada kehamilan dalam waktu 3 bulan. (Ilmu Kebidanan,2007).
Jadi masa nifas adalah masa setelah melahirkan sampai alat kandungan kembali seperti semula atau seperti sebelum hamil.
B.     Masa nifas atau peurpenium dibagi dalam 3 periode :
1.      Puerpenium dini : kepullihan dimana ibu telah diperbolehkan berdiri dan berjalan-jalan.
2.      Puerpenium intermedial : kepulihan menyeluruh alat-alat genetalia yang lamanya 6-8 minggu.
3.      Remote puerpenium : waktu yang diperlukan untuk pulih dan sehat sempurna terutama bila selama hamil atau waktu persalinan mempunyai komplikasi . Waktu untuk sehat sempurna bisa berminggu-minggu, bulanan atau tahunan.
C.     Perubahan-perubahan yang penting pada masa nifas
Adaptasi Fisiologi
Adaptasi atau perubahan yang terjadi pada ibu post partum normal, yaitu :
1.      System reproduksi
a.       Involusi uterus
Proses kembalinya uterus ke keadaan sebelum hamil setelah melahirkan disebut involusi. Proses ini dimulai segera setelah plasenta keluar akibat kontraksi otot-otot polos uterus. Dalam waktu 12 jam, tinggi fundus mencapai kurang lebih 1 cm diatas umbilicus. Dalam beberapa hari kemudian, perubahan involusi berlangsung dengan cepat. Fundus turun kira-kira 1 sampai 2 cm setiap 24 jam. Pada hari pascapartum keenam fundus normal akan berada dipertengahan antara umbilicus dan simpisis pubis. Uterus tidak bisa dipalpasi pada abdomen pada hari ke-9 pascapartum.


b.      Kontraksi
Intensitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir, diduga terjadi sebagai respons terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat besar. Hemostasis pascapartum dicapai terutama akibat kompresi pembuluh darah intramiometrium, bukan oleh agregasi trombosit dan pembentukan bekuan. Hormone oksigen yang dilepas kelenjar hipofisis memperkuat dan mengatur kontraksi uterus, mengkompresi pembuluh darah, dan membantu hemostasis. Selama 1 sampai 2 jam pertama pascapartum intensitas kontraksi uterus bisa berkurang dan menjadi tidak teratur.
c.       Afterpains
Pada primipara, tonus uterus meningkat sehingga fundus pada umumnya tetap kencang. Relaksasi dan kontraksi yang periodik sering dialami multipara dan bisa menimbulkan nyeri yang bertahan sepanjang masa awal puerperium.
d.      Lokia
Pengeluaran darah dan jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus selama masa nifas disebut lokia. Lokia ini terdiri dari lokia rubra (1-4 hari) jumlahnya sedang berwarna merah dan terutama darah, lokia serosa (4- 8 hari) jumlahnya berkurang dan berwarna merah muda (hemoserosa), lokia alba (8-14 hari) jumlahnya sedikit, berwarna putih atau hampir tidak berwarna.
e.       Serviks
Servik mengalami involusi bersama-sama uterus. Setelah persalinan ,ostium eksterna dapat dimasuki oleh dua hingga tiga jari tangan; setelah 6 minggu postnatal, serviks menutup.
f.       Vulva dan vagina
Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama proses melahirkan bayi, dan dalam beberapa hari pertama setelah proses tersebut, kedua organ ini tetap berada dalam keadaan kendur. Setelah 3 minggu, vulva dan vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina kembali kepada keadaan tidak hamil dan rugae dalam vagina secara berangsur-angsur akan muncul kembali sementara labia menjadi lebih menonjol.

g.      Perineum
Segera setelah melahirkan, perineum menjadi kendur karena sebelumnya teregang oleh karena tekanan kepala bayi yang bergerak maju. Pada postnatal hari ke 5, perineum sudah mendapat kembali sebagian besar tonusnya sekalipun tetap lebih kendur dari pada keadaan sebelum melahirkan.
h.      Payudara
Payudara mencapai maturasi yang penuh selama masa nifas kecuali jika laktasi disupresi, payudara akan menjadi lebih besar, lebih kencang dan mula – mula lebih nyeri tekan sebagai reaksi terhadap perubahan status hormonal serta dimulainya laktasi.
i.        Traktus urinarius
Buang air kecil sering sulit selama 24 jam pertama. Kemungkinan terdapat spasme (kontraksi otot yang mendadak diluar kemaluan) sfingter dan edema leher buli – buli sesudah bagian ini mengalami kompresi antara kepala janin dan tulang pubis selama persalinan. Urin dalam jumlah yang besar akan dihasilkan dalam waktu 12 – 36 jam sesudah melahirkan. Setelah plasenta dilahirkan, kadar hormone estrogen yang bersifat menahan air akan mengalami penurunan yang mencolok. Keadaan ini menyebabkan diuresis. Ureter yang berdilatasi akan kembali normal dalam tempo 6 minggu.
2.      Tanda – tanda vital
Suhu pada hari pertama (24 jam pertama) setelah melahirkan meningkat menjadi 38oC  sebagai akibat pemakaian tenaga saat melahirkan dehidrasi maupun karena terjadinya perubahan hormonal, bila diatas 380C dan selama dua hari dalam sepuluh dari pertama post partum perlu dipikirkan adanya infeksi saluran kemih, endometriosis dan sebagainya. Pembengkakan buah dada pada hari ke 2 atau 3 setelah melahirkan dapat menyebabkan kenaikan suhu atau tidak.
3.      System kardiovaskuler
a.       Tekanan darah
Tekanan darah sedikit berubah atau tetap. Hipotensi ortostatik, yang diindikasikan oleh rasa pusing dan seakan ingin pingsan segera berdiri, dapat timbul dalam 48 jam pertama.
b.      Denyut nadi
Nadi umumnya 60 – 80 denyut permenit dan segera setelah partus dapat terjadi takikardi. Bila terdapat takikardi dan badan tidak panas mungkin ada perdarahan berlebihan atau ada penyakit jantung. Pada masa nifas umumnya denyut nadi lebih labil dibanding suhu. Pada minggu ke 8 sampai ke 10 setelah melahirkan, denyut nadi kembali ke frekuensi sebelum hamil.
c.       Komponen darah
Hemoglobin, hematokrit dan eritrosit akan kembali kekeadaan semula sebelum melahirkan.
4.      System endokrin
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormone – hormone yang diproduksi oleh organ tersebut. Kadar estrogen dan progesterone menurun secara mencolok setelah plasenta keluar, kadar terendahnya tercapai kira – kira satu minggu pascapartum. Pada wanita yang tidak menyusui kadar estrogen mulai meningkat pada minggu kedua setelah melahirkan dan lebih tinggi dari pada wanita yang menyusui pada pascapartum hari ke 17 (bowes ,1991). Kadar prolaktin meningkat secara progresif sepanjang masa hamil. Pada wanita menyusui, kadar prolaktin tetap meningkat sampai minggu keenam setelah melahirkan (Bowes, 1991). Kadar prolaktin serum dipengaruhi oleh kekerapan menyusui, lama setiap kali menyusui, dan banyak makanan tambahan yang diberikan.
5.      System perkemihan
Perubahan hormonal pada masa hamil (kadar steroid yang tinggi) turut menyebabkan peningkatan fungsi ginjal, sedangkan penurunan kadar steroid setelah wanita melahirkan sebagian menjelaskan sebab penurunan fungsi ginjal selama masa pascapartum. Fungsi ginjal kembali normal dalam waktu satu bulan setelah wanita melahirkan. Diperlukan kira – kira 2 sampai 8 minggu supaya hipotonia pada kehamilan dan dilatasi ureter serta pelvis ginjal kembali kekeadaan sebelum hamil. (Cunningham, dkk; 1993) pada sebagian kecil wanita, dilatasi traktus urinarius bisa menetap selama tiga bulan.
6.      System gastrointestinal
Ibu biasanya lapar setelah melahirkan, sehingga ia boleh mengkonsumsi makan – makanan ringan. penurunan tonus dan mortilitas otot traktus cerna menetap selama waktu yang singkat setelah bayi lahir. Kelebihan analgesia dan anestesi bisa memperlambat pengembalian tonus dan motilitas keadaan normal. Buang air besar secara spontan bisa tertunda selama dua sampai tiga hari setelah ibu melahirkan. Keadaan ini bisa disebabkan karena tonus otot usus menurun selama proses persalinan dan pada awal masa pascapartum, diare sebelum persalinan, enema sebelum melahirkan, kurang makan atau dehidrasi. Ibu sering kali sudah menduga nyeri saat defekasi karena nyeri yang dirasakannya diperineum akibat episiotomy, laserasi atau hemoroid.
7.      System muskuloskletal
Adaptasi ini mencakup hal – hal yang membantu relaksasi dan hipermobilitas sendi dan perubahan pusat berat ibu akibat pembesaran rahim. Stabilisasi sendi lengkap pada minggu keenam sampai ke 8 setelah wanita melahirkan.
8.      System integument
Kloasma yang muncul pada masa kehamilan biasanya menghilang saat kehamilan berakhir. Hiperpigmentasi diareola dan linea nigra tidak menghilang seluruhnya. Kulit yang meregang pada payudara, abdomen, paha dan panggul mungkin memudar tapi tidak hilang seluruhnya.
Adaptasi psikologis
Rubin (1961) membagi menjadi 3 fase :
1.      Fase taking in yaitu fase ketergantungan, hari pertama sampai dengan hari ketiga post partum, fokus pada diri sendiri, berperilaku pasif dan ketergantungan, menyatakan ingin makan dan tidur, sulit membuat keputusan.
2.      Fase taking hold yaitu fase transisi dari ketergantungan kemandiri, dari ketiga sampai dengan kesepuluh post partum, fokus sudah ke bayi, mandiri dalam perawatan diri, mulai memperhatikan fungsi tubuh sendiri dan bayi, mulai terbuka dalam menerima pendidikan kesehatan.
3.      Fase letting go yaitu fase dimana sudah mengambil tanggung jawab peran yang baru, hari kesepuluh sampai dengan enam minggu post partum, ibu sudah melaksanakan fungsinya, ayah berperan sebagai ayah dan berinteraksi dengan bayi.


A.    Sectio Caesarea (SC)
1.      Definisi SC
Sectio caesarea adalah pembedahan untuk melahirkan janin dengan membuka dinding perut dan dinding uterus. (Sarwono , 2005). Sectio caesarea adalah suatu cara melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui depan perut atau vagina. Atau disebut juga histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim. (Mochtar, 1998).
2.      Etilogi
Menurut Manuaba (2001) indikasi ibu dilakukan sectio caesarea adalah ruptur uteri iminen, perdarahan antepartum, ketuban pecah dini. Sedangkan indikasi dari janin adalah fetal distres dan janin besar melebihi 4.000 gram. Dari beberapa faktor sectio caesarea diatas dapat diuraikan beberapa penyebab sectio caesarea sebagai berikut :
a.       CPD ( Chepalo Pelvik Disproportion)
Chepalo Pelvik Disproportion (CPD) adalah ukuran lingkar panggul ibu tidak sesuai dengan ukuran lingkar kepala janin yang dapat menyebabkan ibu tidak dapat melahirkan secara alami. Tulang-tulang panggul merupakan susunan beberapa tulang yang membentuk rongga panggul yang merupakan jalan yang harus dilalui oleh janin ketika akan lahir secara alami. Bentuk panggul yang menunjukkan kelainan atau panggul patologis juga dapat menyebabkan kesulitan dalam proses persalinan alami sehingga harus dilakukan tindakan operasi. Keadaan patologis tersebut menyebabkan bentuk rongga panggul menjadi asimetris dan ukuran-ukuran bidang panggul menjadi abnormal (Kasdu, 2003).Setiap pada diameter panggul yang mengurangi kapasitas panggul, dapat menimbulkan distosia pada persalinan. Menurut Wiknjosastro (2002) ada beberapa kesempitan panggul, yaitu :
1)      Kesempitan pintu atas panggul
Pintu atas panggul biasanya dianggap menyempit jika konjugata vera yang merupakan ukuran paling pendek panjangnya kurang dari 10 cm atau jika diameter transversal yang merupakan ukuran paling lebar panjangnya kurang dari 12 cm, proses persalinannya jika kelainan panggul cukup menonjol dan menghalangi masuknya kepala dengan mudah ke dalam pintu atas panggul, proses persalinan akan memanjang dan kerap kali tidak pernah terjadi persalinan spontan yang efektif sehingga membawa akibat yang serius bagi ibu maupun janinnya.
2)      Kesempitan panggul tengah
Bidang obstetrik panggul tengah membentang dari margo inferior simfisis pubis, lewat spina iskiadika, dan mengenai sakrum di dekat sambungan tulang vertebra keempat dan kelima. Meskipun definisi kesempitan pintu atas panggul, namun panggul tengah mungkin sempit kalau jumlah diameter interspinarum dan diameter sagitalis posterior pelvis (normalnya 10,5 plus 5 cm atau 15,5 cm) mencapai 13,5 cm atau lebih kurang lagi.
3)      Kesempitan pintu bawah panggul
Kesempitan pintu bawah panggul biasanya diartikan sebagai keadaan dimana distansia tuberculum 8 cm atau lebih kecil lagi. Pintu bawah panggul yang sempit tidak banyak mengakibatkan distosia karena kesempitannya sendiri mengingat keadaan ini sering disertai pula dengan kesempitan panggul tengah.
Dalam kasus CPD, jika kepala janin belum masuk ke dalam pintu atas panggul pada ibu hamil cukup bulan, akan dilakukan operasi sectio caesarea karena resiko terhadap janin semakin besar kalau persalinan semakin maju (Jones, 2001).
b.      PEB (Pre-Eklamsi Berat)
Pre-eklamsi dan eklamsi merupakan kesatuan penyakit yang langsung disebabkan oleh kehamilan, sebab terjadinya masih belum jelas. Setelah perdarahan dan infeksi, pre-eklamsi dan eklamsi merupakan penyebab kematian maternal dan perinatal paling penting dalam ilmu kebidanan. Karena itu diagnosa dini amatlah penting, yaitu mampu mengenali dan mengobati agar tidak berlanjut menjadi eklamsi (Mochtar, 1998).
c.       KPD (Ketuban Pecah Dini)
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda persalinan dan ditunggu satu jam belum terjadi inpartu. Sebagian besar ketuban pecah dini adalah hamil aterm di atas 37 minggu, sedangkan di bawah 36 minggu tidak terlalu banyak (Manuaba, 2001). Robeknya kantung ketuban sebelum waktunya dapat menyebabkan bayi harus segera dilahirkan. Pecahnya kantung ketuban pada kehamilan seringkali tidak disadari penyebabnya. Namun, biasanya hal ini terjadi sesudah trauma. Misalnya, setelah terjatuh, perut terbentur sesuatu, atau sesudah senggama. Dengan adanya hal ini dokter akan mempercepat persalinan karena khawatir akan terjadi infeksi pada ibu dan janinnya (Kasdu, 2003).
d.      Janin Besar (Makrosomia)
Makrosomia atau janin besar adalah taksiran berat janin diatas 4.000 gram. Di negara berkembang, 5 % bayi memiliki berat badan lebih dari 4.000 gram pada saat lahir dan 0,5 % memiliki berat badan lebih dari 4.500 gram. Ada beberapa faktor ibu yang menyebabkan bayi besar, yaitu ibu dengan diabetes, kehamilan post-term, obesitas pada ibu, dan lain-lain. Untuk mencegah trauma lahir, maka bedah sesar elektif harus ditawarkan pada wanita penderita diabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 4500 gram dan pada wanita nondiabetes dengan taksiran berat janin lebih dari 5000 gram (Glance, 2006).
e.       Kelainan Letak Janin
f.       Bayi kembar
Tidak selamanya bayi kembar dilahirkan secara caesar. Hal ini karena kelahiran kembar memiliki resiko terjadi komplikasi yang lebih tinggi daripada kelahiran satu bayi. Selain itu, bayi kembar pun dapat mengalami sungsang atau salah letak lintang sehingga sulit untuk dilahirkan secara normalFaktor hambatan jalan lahir
Adanya gangguan pada jalan lahir, misalnya jalan lahir yang tidak memungkinkan adanya pembukaan, adanya tumor dan kelainan bawaan pada jalan lahir, tali pusat pendek dan ibu sulit bernafas (Dini Kasdu, 2003).











3.      Patofisiologi
pathway SC.JPG
4.      Penatalaksanaan SC
Penatalaksanaan medis
Cairan IV sesuai indikasi.
Anestesia; regional atau general. Perjanjian dari orang terdekat untuk tujuan sectio caesaria.
Tes laboratorium/diagnostik sesuai indikasi.
Pemberian oksitosin sesuai indikasi.
Tanda vital per protokol ruangan pemulihan
Persiapan kulit pembedahan abdomen
Persetujuan ditandatangani.
Pemasangan kateter foley




KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN

1.      Pengkajian
a.       Identitas klien dan penanggung jawab
Meliputi nama, umur, pendidikan, suku bangsa, pekerjaan, agam, alamat, status perkawinan, ruang rawat, nomor medical record, diagnosa medik, yang mengirim, cara masuk, alasan masuk, keadaan umum tanda vital.
b.      Keluhan utama
c.        Riwayat kehamilan, persalinan, dan nifas sebelumnya bagi klien multipara
d.      Data Riwayat penyakit
1)      Riwayat kesehatan sekarang.
Meliputi keluhan atau yang berhubungan dengan gangguan atau penyakit dirasakan saat ini dan keluhan yang dirasakan setelah pasien operasi.
2)      Riwayat Kesehatan Dahulu
Meliputi penyakit yang lain yang dapat mempengaruhi penyakit sekarang, Maksudnya apakah pasien pernah mengalami penyakit yang sama (Plasenta previa).
3)      Riwayat Kesehatan Keluarga
Meliputi penyakit yang diderita pasien dan apakah keluarga pasien ada juga mempunyai riwayat persalinan plasenta previa.
e.       Keadaan klien meliputi :
1)      Sirkulasi
Hipertensi dan pendarahan vagina yang mungkin terjadi. Kemungkinan kehilangan darah selama prosedur pembedahan kira-kira 600-800 mL
2)      Integritas ego
Dapat menunjukkan prosedur yang diantisipasi sebagai tanda kegagalan dan atau refleksi negatif pada kemampuan sebagai wanita. Menunjukkan labilitas emosional dari kegembiraan, ketakutan, menarik diri, atau kecemasan.
3)      Makanan dan cairan
Abdomen lunak dengan tidak ada distensi (diet ditentukan).
4)      Neurosensori
Kerusakan gerakan dan sensasi di bawah tingkat anestesi spinal epidural.
5)      Nyeri / ketidaknyamanan
Mungkin mengeluh nyeri dari berbagai sumber karena trauma bedah, distensi kandung kemih , efek - efek anesthesia, nyeri tekan uterus mungkin ada.
6)      Pernapasan
Bunyi paru - paru vesikuler dan terdengar jelas.
7)      Keamanan
8)      Balutan abdomen dapat tampak sedikit noda / kering dan utuh.
9)      Seksualitas
Fundus kontraksi kuat dan terletak di umbilikus. Aliran lokhea sedang.
2.      Diagnosa Keperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea) .
b.      Intoleransi aktivitas b/d tindakan anestesi, kelemahan, penurunan sirkulasi
c.       Gangguan Integritas Kulit b.d tindakan pembedahan
d.      Resiko tinggi infeksi berhubungan dengan trauma jaringan / luka kering bekas operasi.
e.       Ansietas berhubungan dengan kurangnya informasi tentang prosedur pembedahan, penyembuhan dan perawatan post operasi.
f.       Defisit perawatan diri b/d kelemahan fisik akibat tindakan anestesi dan pembedahan
3.      Rencana Kperawatan
a.       Nyeri akut berhubungan dengan pelepasan mediator nyeri (histamin, prostaglandin) akibat trauma jaringan dalam pembedahan (section caesarea)
Tujuan : Setelah diberikan asuhan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan nyeri klien berkurang / terkontrol dengan kriteria hasil :
·         Mengungkapkan nyeri dan tegang di perutnya berkurang
·         Skala nyeri 0-1 ( dari 0 – 10 )
·         TTV dalam batas normal ; Suhu : 36-37 0 C, TD : 120/80 mmHg, RR :18-20x/menit, Nadi : 80-100 x/menit
·         Wajah tidak tampak meringis
·          Klien tampak rileks, dapat berisitirahat, dan beraktivitas sesuai kemampuan


Intervensi :
·         Lakukan pengkajian secara komprehensif tentang nyeri meliputi lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi, kualitas, intensitas nyeri dan faktor presipitasi.
·         Observasi respon nonverbal dari ketidaknyamanan (misalnya wajah meringis) terutama ketidakmampuan untuk berkomunikasi secara efektif.
·         Kaji efek pengalaman nyeri terhadap kualitas hidup (ex: beraktivitas, tidur, istirahat, rileks, kognisi, perasaan, dan hubungan sosial).
·         Ajarkan menggunakan teknik nonanalgetik (relaksasi, latihan napas dalam,, sentuhan terapeutik, distraksi.).
·         Kontrol faktor - faktor lingkungan yang yang dapat mempengaruhi respon pasien terhadap ketidaknyamanan (ruangan, suhu, cahaya, dan suara).
·         Kolaborasi untuk penggunaan kontrol analgetik, jika perlu. 
b.      Intoleransi Aktivitas b.d kelemahan, penurunan sirkulasi
Tujuan : Kllien dapat melakukan aktivitas tanpa adanya komplikasi
Kriteria Hasil : klien mampu melakukan aktivitasnya secara mandiri
Intervensi :
·         Kaji tingkat kemampuan klien untuk beraktivitas
·          Kaji pengaruh aktivitas terhadap kondisi luka dan kondisi tubuh umum
·         Bantu klien untuk memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari.
·         Bantu klien untuk melakukan tindakan sesuai dengan kemampuan /kondisi klien
·          Evaluasi perkembangan kemampuan klien melakukan aktivitas







DAFTAR PUSTAKA
Doengoes, M E, 2000, Rencana Askep pedoman untuk perencanaan dan pendokumentasian perawatan pasien, Jakarta : EGC.
Manuaba, Ida Bagus Gde, (1998), Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan dan Keluarga Berencana, EGC. Jakarta.
Prawirohardjo, S. 2000. Buku acuan nasional pelayanan kesehatan maternal dan neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawiroharjo,(1999)., Ilmu Kebidanan, Edisi 2 Cetakan II Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta.
Winkjosastro, Hanifa, 2005, Ilmu Kebidanan, Jakarta : Yayasan Bina Pustaka